HEADLINE NEWS

Kategori

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

DIKRITIK KELUARGA CARA MENDAMPINGI SUAMI YANG SAKIT

CURHAT: Saya ibu rumah tangga juga wanita bekerja dengan 1 orang anak. Usia saya sekarang 38 tahun.

Saya memiliki masalah yang cukup berat. Kadang saya seperti tidak mampu menanggungnya, tapi saya berusaha terus bertahan, demi keluarga.

Sudah hampir 2 tahun ini suami saya sakit. Dia kena stroke, setengah tubuhnya lumpuh. Padahal usianya masih terbilang muda, saat ini 41 tahun.

Karena kondisinya stabil, jadi dirawat di rumah. Saya sendiri masih bekerja di sebuah perusahaan keluarga saya yang bergerak di bidang kuliner. Kami memiliki catering untuk pesta, saya yang mengurus keuangannya.

Namun karena sekarang sedang pandemi, sehingga bisnis katering sedang sepi. Sehingga saya lebih banyak mendampingi suami yang sedang sakit. Ada seorang keluarga dekat, keponakan laki-laki dari suami yang kami sekolahkan, yang membantu di rumah. Jadi kalau saya sedang bekerja, dia yang mendampingi suami.

Kondisi suami yang stroke, sehingga semua kegiatannya harus dibantu, mulai dari makan, mandi, ke belakang dan sebagainya. Dan mungkin karena dia kesal dengan kondisinya yang sangat tergantung pada bantuan orang lain, kadang dia ngomel-ngomel dan teriak-teriak. Kalau sudah begitu saya merasa sangat sedih dan down sekali. Terus terang saya kadang letih lahir bathin.

Apalagi saya juga harus tetap bekerja dan mengurus anak dan rumah tangga. Kadang saya merasa putus asa. Tapi saya tidak berani untuk mengeluh atau curhat kepada keluarga, karena saya takut dianggap tidak iklas mengurus suami yang sedang sakit.

Suatu kali saya merasa jenuh sekali dan ingin keluar belanja keperluan pribadi di sebuah mal. Kebetulan bertemu dengan teman kuliah. Akhirnya kami memutuskan untuk ngobrol di sebuah kafe. Namanya bertemu dengan seorang teman lama, semua cerita pun keluar. Dan tidak kami sadari kadang kami tertawa terbahak-bahak berdua.

Tanpa saya ketahui, ada keluarga suami yang juga ada di lokasi yang sama. Dia menghampiri saya yang sedang asyik ngobrol dengan teman. Saya menyapa dengan sopan, tapi dia malah menjawab dengan marah, “Oh begini ya kamu, sementara suami sakit di rumah,” ucapnya ketus lalu pergi.

Saya kaget bukan main dengan ucapan tajamnya, teman saya juga kaget. Dia sampai memeluk saya dengan erat, karena saya seketika menangis sesegukan. Teman saya sudah tau kondisi suami saya, karena baru saya ceritakan.

Dia menasehati saya untuk tidak terlalu memikirkan pendapat keluarga suami yang menuduh bersenang-senang saat suami sakit. Menurut dia, saya juga harus tetap punya me time, punya kesempatan untuk refreshing, agar saya tidak ikut sakit.

Benarkah pendapat teman saya tersebut? Apakah saya harus menjelaskan kalau saya bukan bersenang-senang, tapi hanya kebetulan ketemu teman, kalau ada keluarga suami yang menegur saya?

Mohon saran sekali. Karena saya tidak ingin masalah ini didengar oleh suami saya, yang mungkin membuat dia jadi sedih dan lebih sakit lagi.

Terimakasih sarannya.

Nonik – Malang

SARAN: Turut simpati dengan keadaan suami Anda. Merawat atau mendampingi keluarga yang sedang sakit, apakah itu suami, anak orangtua ataupun saudara kandung, memang membutuhkan kesabaran ekstra.

Tidak hanya kesabaran, tapi juga pengaturan waktu, perasaan, juga mempertahankan kondisi kesehatan. Apalagi bila sakitnya parah, antara lain sudah tidak bisa mengerjakan keperluan pribadi secara mandiri. Seperti yang dialami oleh suami Anda.

Sehingga seratus persen perhatian harus difokuskan pada yang sakit. Namun, bukan berarti yang mendampingi yang sedang sakit lalu tidak boleh memperhatikan dirinya sendiri:

Karena saat musibah menimpa sebuah keluarga, harus ada anggota keluarga lain yang harus tetap kuat agar keluarga tetap bisa bertahan.

Dalam hal ini Andalah yang  menjadi andalan keluarga. Suami sebagai kepala keluarga sedang tidak berdaya. Anda harus mengambil alih kemudi. Dan Anda bisa dikata “tidak boleh sakit” apakah itu sakit fisik maupun mental. Karena Andalah kini yang menggantikan posisi suami sebagai penentu utama dalam keluarga.

.Kami sangat tidak menganjurkan Anda tenggelam dalam kesedihan dan menarik diri dari hubungan sosial, baik dengan teman, kerabat ataupun sahabat.

Anda tetap harus punya kesempatan untuk mencari ‘udara segar’. Anda tetap harus memiliki me time. Menikmati hari-hari Anda dengan teman, anak ataupun kerabat. 

Hal ini bukan berarti Anda tidak peduli dengan kondisi suami, tapi justru dengan demikian Anda peduli dengan kondisi suami: karena Anda menjaga kesehatan jiwa dan raga Anda, agar semua masalah dalam keluarga Anda bisa teratasi.

Jadi saran kami, sebaiknya tidak perlu ditanggapi kritik ataupun suara-suara dari keluarga suami yang cenderung miring, hanya karena Anda bersosialisasi sesekali dengan teman.

Tetaplah jadi diri sendiri. Disaat Anda merasa perlu refreshing karena sudah jenuh, keluar rumahlah dan nikmati secangkir kopi di kafe bersama teman atau sahabat. Juga sesekali window shopping di mal favorit Anda. Semua hal itu sah dan wajar.

Daripada memikirkan omongan orang yang tidak tahu persoalan keluarga Anda, lebih baik Anda tetap fokus pada kesehatan suami juga anak Anda dan Anda sendiri.

Bila sudah memungkinkan, ajak keluar rumah suami dan anak Anda, hirup udara segar dan nikmati suasana yang berbeda. Jadi jangan hanya mengurung diri di rumah.

Suami Anda pun memerlukan suasana yang lain agar hatinya senang. Suasana hati yang gembira akan sangat berpengaruh pada kesehatan. 

Percayalah, ketika kita bahagia maka segala macam penyakit fisik pun pergi. Kebahagian dan kegembiraaan adalah obat super manjur untuk kesehatan tubuh.***

Foto ilustrasi: Unsplash

#mendampingisuamisakit

#suamisakit

#tetapsehat

#bahagia

#kesehatan

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *