HEADLINE NEWS

Kategori

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

TIDAK DIHARGAI SUAMI

CURHAT: Tadinya saya tidak tahu harus curhat kemana. Kalau ke teman saya takut nanti malah jadi bahan gossip di antara mereka. Ke keluarga rasanya gak enak. Tapi gak curhat dada saya rasanya sudah sesak sekali. Kebetulan saya iseng cari-cari tempat curhat yang tidak harus bertemu langsung, saya temukan di media ini.   

Saya (39 th), ibu rumah tangga dengan 1 anak laki-laki usia 10 tahun. Saya menikah sudah hampir 12 tahun.

Sebelum menikah saya bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan swasta. Namun saya mengundurkan diri ketika saya merasa suasana di kantor saya sudah tidak kondusif. Ada gossip kantor akan merumahkan sekian persen karyawan.
Saat itu anak saya masih usia 6 tahun dan sedang membutuhkan perhatian khusus, sementara saya putuskan tidak punya ART, karena beberapa kali mendapat pengalaman kurang menyenangkan.  

Dengan alasan itulah saya mengundurkan diri dari pekerjaan, tentu setelah diskusi dengan suami. Dia setuju-setuju saja, meski agak kurang iklas kelihatannya, karena berarti biaya rumah tangga akan sepenuhnya bergantung pada penghasilannya. Suami kerja di perusaaan keluarganya.

Setelah sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, saya berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik, dalam arti mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri, mengurus suami dan anak dengan sepenuh hati.
 

Pernah beberapa kali saya mencoba berbisnis, mulai dari pakaian hingga camilan buatan saya sendiri, tapi mungkin karena tidak berbakat dagang, akhirnya tidak berkembang. Saya pun pasrah jadi IRT sepenuhnya.
 

Namun saya merasa sangat sedih ketika sedang marah suami akan memaki dan mengatai saya dengan kata-kata yang sangat menyakitkan. Dia bilang saya tidak berkontribusi apa-apa dalam rumah tangga. Tidak menghasilkan uang bagi dia tidak berarti apapun. 

Saya kadang menjawab bahwa saya sudah mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, tapi suami bukannnya mengerti malah makin menghina saya dengan mengatakan pekerjaan saya cuma kelas pembantu.
 

Sedih, sakit hati, kecewa dan hina sekali rasanya dikatai begitu, tapi saya mencoba menahan diri. Karena saya memang tidak punya daya apapun dengan kondisi tidak punya penghasilan. Saya tidak punya uang sama sekali, karena uang sepenuhnya dipegang suami.

Kadang kalau sedang sedih saya ingin lari dari rumah, meninggalkan semua dan mencari kehidupan sendiri.

Tapi selalu ingat anak yang masih sangat memerlukan bimbingan seorang ibu. Saya berusaha sabar-sabarkan diri. Kandang saya menangis sendiri di  kamar. Anak saya datang menghibur dengan mengatakan, “Mama sekarang Mama banyak sedih, suatu saat aku akan membuat Mama bahagia selalu.” Kalau sudah begitu saya hanya bisa memeluk anak saya dan kami nangis berdua.
 

Memang sih suami bicara menyakitkan itu saat dia sedang marah pada saya. Selebihnya dia tidak pernah berkata kasar. Yang membuat dia marah biasanya saat saya memerlukan sesuatu dan minta disaat yang tidak tepat: saat dia capek atau sedang ada masalah dengan pekerjaan. 

Pokoknya kalau salah bicara dia langsung meledak dan mengeluarkan ucapan yang sangat menyakitkan.
 

Kalau sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, saya kadang timbul pemberontakan dalam hati: ngapain saya berjibaku seperti ini toh tidak akan dihargai oleh suami.
Tapi saya berusaha tepis pikiran seperti itu.  Tangngung jawab saya sebagai istri dan seorang ibu serta wajah anak saya yang spontan muncul dalam benak saya, membuat saya terus berusaha kuat dan bertahan untuk menjalani hidup.

Mohon saran, apakah langkah saya benar dengan bertahan dalam kondisi seperti ini? Apa benar seorang istri tidak patut dihargai dan dianggap tidak berperan apa-apa karena tidak memberi kontribusi secara finansial?
 

Terimakasih sudah mendengarkan curhatan saya. Mohon bantuannya.

Iin Bekasi

SARAN: Kalau boleh kami sampaikan di sini, Anda tidak sendiri. Yang Anda alami ini banyak juga dialami oleh wanita-wanita lain, maaf terutama di negeri kita ini.
 

Suami tidak menghargai istrinya karena sang istri tidak memiliki peran secara finansial. Masalahnya bukan karena pria di negeri kita ini tidak baik atau kasar, tapi karena kurangnya pemahaman tentang peran suami dan istri dalam sebuah keluarga.
Selain itu sikap suami Anda adalah salah satu bentuk arogansinya. Dengan dia merendahkan Anda dia merasa memiliki power.

Dan harus disadari bahwa pola pikir mayoritas masyarakat kita masih menempatkan finansial sebagai fokus utama. Mereka yang kondisi finansialnya bagus dianggap sukses, sebaliknya mereka dianggap kurang sukses ketika kondisi finansialnya dibawah rata-rata.
 

Hal itulah yang membuat para pria secara umum masih mengidolakan wanita atau istri yang ikut berperan dalam menunjang finansial keluarga. Wanita bekerja dianggap lebih seksi ketimbang wanita tidak bekerja.

Memang ada yang bisa dengan iklas menjadi pencari nafkah utama dan tidak menuntut sang istri untuk membantu mencari nanfkah. Namun itu sangat jarang dan biasanya berasal dari keluarga yang aman secara finansial. Sehingga masalah finansial tidak menjadi isu utama dalam pola pikirnya.
 

Menurut kami sikap Anda selama ini sudah positif. Karena Anda berusaha bersabar dan memikirkan perkembangan jiwa anak Anda yang masih usia praremaja.  Memang ada pendapat yang mengatakan ngapain bertahan kalau tidak bahagia dalam perkawinan.

Namun juga harus disadari bahwa tidak ada rumah tangga yang sempurna. Tidak ada. Banyak mereka yang secara finansial tidak masalah, namun ada saja persoalan lain yang muncul. Itulah seninya berumah tangga.
Tinggal sekarang apa yang bisa kita upayakan agar membuat biduk rumah tangga yang terguncang bisa kembali tenang? Salah satunya adalah dengan mengkomunikasikan permasalahan yang ada.

Bila Anda tidak mungkin untuk bicara langsung dengan suami, karena dia sangat sensitif; Anda baru bicara sedikit dia sudah ngegas.
Jadi Anda perlu bantuan pihak lain, misalnya temannya, sahabatnya, keluarga suami yang dia segani ataupun orangtuanya. Untuk sekadar mengatakan bahwa istri itu tidak wajib membantu mencari uang. Kalaupun istri membantu itu adalah bonus untuk keluarga. Kewajiban suami sepenuhnya memberi nafkah kepada istri dan anak. Dan istri yang sepenuhnya menjadi IRT sangat patut dihargai, karena dia sudah mengorbankan banyak kenyamanan hidupnya demi keluarga.

Lalu usahakan Anda untuk bisa mandiri secara finansial. Bukan sekadar mengikuti kemauan suami untuk membantu keuangan keluarga, tapi juga untuk persiapan bila ada hal-hal yang tidak diinginkan dalam keluarga Anda. Sedia payung sebelum hujan.
 

Mulailah mencari kegiatan yang positif dan produktif. Tidak harus langsung besar dan mendapat keuntungan banyak, namun sebuah kegiatan kecil-kecilan saja dulu yang bermanfaat untuk mengisi waktu Anda dan menghasilkan. Misalnya, menjadi reseller sebuah produk. Bekerjasama dengan teman untuk membuat kegiatan yang produktif dan sebagainya.

Mudah-mudahan saran kami ini bisa membuat Anda Kembali bersemangat dan mendapatkan solusi yang terbaik dalam masalah yang sedang Anda alami. Semangat!***

Foto ilustrasi: Pexels

CURHAT: email ke majalahwanita8@gmail.com
 

#suamitidakmenghargaiistri
 

#suamimerendahkanistri
 

#sikaparogansuami
 

#masalahsuamistri
 

#masalahfinansial

#suamiistri 

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *