HEADLINE NEWS

Kategori

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Maju Mundur: Karier atau Keluarga?

Wanita karier yang berkeluarga selalu dihadapkan pada persoalan klasik ini. Persoalan kian kompleks ketika anak hadir dan tidak memiliki support system yang memadai. Pekerjaan tidak bisa dilakoni maksimal, urusan keluarga juga tidak bisa fokus.

Akibatnya,  seorang wanita yang sesungguhnya memiliki potensi besar untuk maju, harus rela jalan di tempat. Tetap bekerja, namun berbagai kesempatan peningkatan diri harus iklas dilewatkan.

Wanita karier vs wanita bekerja  
Berbanggalah wanita Indonesia, karena memiliki kesempatan yang setara dengan kaum pria untuk bekerja di luar rumah. Begitu juga ketika wanita memutuskan untuk membina rumah tangga, umumnya masih dapat ‘surat izin’ dari pasangannya untuk terus berkerja.

Namun, berbeda dengan kaum pria, wanita bekerja di luar rumah disadari atau tidak, tetap memililki syarat. Yang umum kita dengar adalah: istri saya tetap boleh bekerja asalkan tidak mengabaikan urusan rumah tangga. Nah, batasannya?  Tentu sesuai kesepakatan bersama.

Meski tidak secara tertulis, namun wanita umumnya menyetujui syarat tersebut. Tetap mempersiapkan keperluan keluarga-- suami dan anak-anak—sebelum berangkat bekerja. Sarapan sekeluarga harus siap, baju ke kantor suami dan baju sekolah anak-anak harus siap pakai, rumah juga harus senantiasa bersih. Bila memiliki asisten rumah tangga yang bisa diandalkan, wanita bekerja cukup mengatur perencanaan dan si ART yang melaksanakan.

Namun, ketika sang asisten sedang cuti atau tidak ada sama sekali, maka ibu rumah tangga pun harus membereskan semua. Setidaknya, mayoritas pekerjaan rumah tangga berada dalam tanggung jawabnya. Beruntung bila pasangannya pengertian plus tidak gengsian, sehingga bersedia membantu mengerjaan sebagian pekerjaan rumah tangga.
Beberes dulu sebelum berangkat ke kantor, menerjang kemacetan dalam perjalanan ke kantor, semua membutuhkan stamina dan semangat serta keiklasan yang memadai untuk bisa bertahan. Wanita Indonesia umumnya memiliki ‘modal’ itu semua. Sehingga meski banyak rintangan menghadang, jika ada support system yang mamadai, tidak sedikit wanita bekerja yang menduduki posisi strategis di kantornya.

Sedangkan yang rintangannya lebih besar; tanpa ART, anak sering sakit dan suami kurang kompak dalam urusan rumah tangga, tetap bisa bertahan bekerja. Namun, tentu saja, harus iklas ‘hanya’ sebagai wanita bekerja, bukan wanita karier. Bekerja sekadar untuk eksistensi diri atau membantu finansial keluarga. Sedangkan mengejar karier atau posisi tertentu dalam perusahaan, terpaksa dilupakan. Bagaimana mau mengejar karier’, kalau tawaran untuk tugas keluar kota atau ikut pelatihan yang mengharuskan pulang lebih larut, sering ditolak ketimbang diterima. Karena urusan rumah tangga amat sangat menyita waktu.

Tetapkan pilihan
Ketika dilemma melanda; ingin terus bekerja tapi kondisi keluarga sedang tidak kondusif, apa yang harus dilakukan?

Misalnya nih, suasana kerja di perusahaan sedang nyaman, karier bagus dalam genggaman. Namun, anak Anda membutuhkan perhatian penuh, karena mengidap suatu penyakit yang menghawatirkan. Bila Anda berhenti bekerja, finansial keluarga akan terguncang, apalagi kebutuhan untuk berobat anak sungguh tinggi. Sedangkan bila suami yang berhenti, guncangan finansial tidak terlalu keras. Namun, anak Anda lebih memerlukan pendampingan Anda sebagai ibu. Apa yang harus dilakukan?
Menenangkan diri, itu langkah awal yang sebaiknya Anda lakukan. Jangan pernah mengambil kepatusan di saat Anda sedang dilanda emosi tinggi. Sedang kecewa, marah atau putus asa. Karena keputusan yang diambil di saat yang kurang tepat, umumnya hanya menghasilkan penyesalan. Sangat disayangkan.

Kalau perlu, pergi ke salon langganan Anda. Lakukan perawatan seluruh tubuh seharian. Nah, di saat Anda sedang rileks dan tubuh Anda terasa nyaman, pertimbangkan langkah apa yang akan Anda ambil. Sebaiknya juga berbincang dengan rekan atau seorang konsultan yang memadai untuk memberi saran soal karier. Setelah mendapat ‘ilmu’ cukup dari konsultan, mulai bicara dengan pasangan. Lakukan pembicaraan dengan santai, mungkin bisa sambil makan di kafe favorit Anda berdua.

Pertimbangkan langkah konkrit bila Anda sudah tidak bisa ikut menyumbang dana rutin untuk keluarga. Misalnya, pos-pos pengeluaran apa yang harus dikurangi dan yang masih bisa dipertahankan. Coba mengubah gaya hidup yang semula semua fasilitas harus kelas A, mungkin sementara harus rela hijrah ke kelas B.

Jajaki kemungkinan tetap bekerja dari rumah atau bekerja paruh waktu. Bila semua diperhitungkan dengan matang dan siap mengubah gaya hidup, tentu tak ada lagi acara: maju mundur karier atau keluarga?!

Anda bisa tetap melangkah ke ‘hidup baru’ dengan mantap dan penuh keiklasan. Ibu bahagia, keluarga pun bahagia.
MH
Foto: Pixabay  





Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *