Berapa kali sehari Anda membuka medsos? Mengintip status-status orang? Lebih dari tiga kali? Atau bahkan seringkali, hingga tak terhitung?
Bila demikian, Anda sudah patut waspada!
Bukan sekadar Anda seperti kecanduan sosmed, tapi bisa jadi sudah terpapar sindrom FOMO.
Apa dan bagaimana sindrom FOMO melanda masyarakat masa kini? Dan seberapa bahayanya untuk kesehatan jiwa?
Medsos jadi Keseharian
Media sosial atau medsos sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat di seluruh dunia.
Tidak hanya di kota-kota besar bahkan hingga pelosok-pelosok negeri. Media sosial adalah media online yang para penggunanya dengan sangat mudah berbagi cerita, foto, video dan sebagainya, juga berpastisipasi dalam jejaring sosial, forum dan dunia virtual.
Singkatnya dengan adanya media sosial, semua orang bisa berbagai apa yang dia rasakan, alami dan pikirkan kepada siapa saja dalam waktu yang sama. Detik ini ia merasa bahagia atau sedih, hanya dengan satu klik di medsosnya pada detik yang sama temannya yang ada di kota, pulau bahkan di benua lain bisa mengetahuinya.
Begitu menyeruaknya medsos dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dunia kini, sehingga sudah menjadi barang langka sesuatu yang namanya ‘rahasia pribadi’.
Karena rasa ingin berbagi, berkisah kepada orang lain, sulit untuk dibendung. Apapun rasa itu: bahagia, bangga, sedih, tersiksa ataupun pengalaman baru, sudah tidak jamannya untuk disimpan sendiri.
Sharing atau berbagi di medsos sudah menjadi keseharian atau lebih tepatnya sudah menjadi sebuah budaya baru di masyarakat kita.
Sindrom FOMO
Mereka yang aktif di medsos ternyata tak hanya senang membagikan apa yang sedang dialaminya, juga suka kepo atau ingin tahu apa yang dialami oleh orang lain.
Begitu bangun tidur yang diraih pertama kali adalah smartphone nya. Langsung membuka medsos dan mengintip status ataupun kegiatan-kegiatan orang.
Kalau hanya sekali atau dua kali dalam sehari sih tidak masalah, tapi ada yang sampai berulang kali dalam sehari. Mulai saat bangun tidur hingga menjelang kembali tidur.
Wanita bekerja di kantor, HP selalu standby di meja, sambil bekerja sesekali mengintip HP dan lihat status. Bekerja lagi, sebentar kemudian ngintip lagi. Begitu seterusnya.
Demikian juga yang punya usaha sendiri, sambil menunggu orderan atau sambil mengerjakan orderan, rasanya belum lega kalau belum ngintip medsos.
Begitu juga ibu rumah tangga, di sela-sela kesibukannya beberes, memasak ataupun menyetrika pun HP harus ada di dekatnya dan setiap beberapa menit memeriksa medsos.
Mereka yang demikian, tanpa disadari sudah terpapar sindrom FOMO (Fear of Missing Out), perasaan cemas akibat takut ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, informasi dsb.
Sebuah riset yang diadakan baru-baru ini menjabarkan bahwa 69% generasi milenial pernah atau mengalami FOMO. Penyebabnya yang utama adalah konten di media sosial.
Untuk mengatasi rasa cemas itulah dia terus memantau apa yang sedang terjadi. Intinya dia tidak mau merasa ketinggalan untuk segala hal yang sedang viral. Mulai dari berita, makanan, lokasi wisata, perawatan kecantikan, tempat belanja hingga konser musik.
Semua yang sedang viral, dia harus tau, harus punya, harus terlibat, harus mengalami.
Sehingga ngebela-belain meski kadang jalannya tidak sesuai kemampuan, antara lain dengan meminjam ke teman atau bahkan hingga mengajukan pinjaman online demi bisa mendatangi resto yang sedang viral, lokasi wisata yang sedang rame di medsos atau untuk mendapatkan tiket konser musik.
Bahayanya FOMO
Lalu apa bahayanya sindroma FOMO selain mengganggu kondisi ekonomi bagi yang memiliki keterbatasan finansial?
FOMO sangat berbahaya karena meningkatkan rasa cemas dan mengakibatkan tingkat stres yang sangat tinggi hingga depresi.
Karena selalu membanding-bandingkan diri dengan orang lain, melihat orang lain kok lebih nyaman hidupnya: bisa berbelanja apa saja yang dimaui, bisa makan di resto-resto mewah, bisa berlibur ke tempat-tempat favorit di dalam juga luar negeri.
Sedang diri sendiri hanya bisa menonton.
Awalnya merasa sedih, kurang berarti sehingga memicu rasa rendah diri, cemas, stress dan bukan tidak mungkin akhirnya mengalamai depresi.
Jalan pintas untuk mengatasi rasa tidak nyaman saat melihat kenyamanan orang lain, adalah dengan mengejar untuk mendapatkan dengan berbagai cara. Memaksakan diri untuk juga bisa seperti yang dia lihat di medsos.
Mengatasi FOMO
Bila Anda menyadari memiliki gejala-gejala FOMO, segeralah bangkit sebelum membahayakan diri dan masa depan Anda.
Langkah awal yang bisa Anda lakukan adalah mengurangi bermedia sosial atau menggunakan HP. Niatkan menggunakan HP dan medsos hanya untuk hal-hal penting saja dan untuk kegiatan yang produktif.
Kalau ada dorongan mau menggapai HP hanya untuk lihat status orang, ingatkan diri sendiri: nggak penting banget, lebih baik kerja dulu!
Usahakan lebih fokus pada apa yang ingin Anda capai dalam hidup. Menjadikan mereka yang sukses sebagai motivasi Anda adalah baik, tapi bukan lalu mengikuti semua apa yang dia lakoni.
Manfaatkan waktu Anda untuk hal-hal yang baik untuk diri sendiri, keluarga dan masa depan Anda. Lakukan hobi-hobi Anda yang bisa menggali potensi diri, misalnya fotografi, menulis fiksi, melukis, berkebun ataupun membuat konten kreatif di Youtube.
Manfaatkan media sosial secara maksimal sebagai sarana mencari informasi yang bisa menunjang hobi dan potensi diri Anda.
Sadari bahwa Anda tidak harus memiliki segalanya.
Yang sering terlupakan: bersyukurlah pada apa yang Anda miliki saat ini, detik ini.
Karena bukan tidak mungkin di luar sana ada yang sebetulnya iri dengan kehidupan yang Anda jalani saat ini. Jadi bersyukur dan nikmati apa yang Anda miliki saat ini, semaksimal mungkin.
Orang lain punya kehebatan, Anda juga pasti punya keistimewaan!!***KM
Foto ilustrasi: Pexels
#bahayasindromfomo
#atasisindromfomo
#sindromfomo
#fomo
« Prev Post
Next Post »