HEADLINE NEWS

Kategori

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

PENGHAPUSAN JURUSAN DI SMA, SIAPKAH ANAK-ANAK KITA?

 

Sudah beredar luas di WA grup keluarga maupun orangtua murid, bahwa Kemendikbud-Ristek akan menerapkan kurikulum pendidikan baru pada 2022 ini. 

Namanya Kurikulum Prototipe 2022.

Pada jenjang SMA tidak ada lagi pembagian jurusan IPA, IPS maupun Bahasa. Kurikulum ini mengedepankan karakter dan kompetensi siswa. Murid bisa bebas memilih kombinasi mata pelajaran yang diminati dan yang mendukung cita-citanya.

Sebagai seorang ibu yang memiliki anak kelas 9, yang artinya akan segera masuk SMA dan menjalani kurikulum baru ini, ada sedikit rasa cemas sekaligus antusias.

Kira-kira anak kita siapkah? Lalu bagaimana peran orangtua dalam mengarahkan anak mengenal minat dan bakatnya?

Anak-anak kita kurang pede?

Pernahkah Anda bertanya kepada pelajar yang baru menyelesaikan pendidikan SMP nya (kelas 9), apa cita-cita mereka?

Boleh dipastikan hanya satu dua dari ratusan pelajar SMP yang bisa menjawab dengan lantang. Misalnya, ingin menjadi dokter, insinyur, pengusaha, ataupun webmaster. Selebihnya belum bisa menjawab.

Umumnya mreka hanya senyum-senyum dan menghindar. Kalaupun didesak biasanya menjawab, “Belum tahu...”

Jawaban mengambang itu memang bisa dibilang jadi ciri khas anak-anak Indonesia. Karena pada dasarnya mereka memang kurang percaya diri.

Berbeda dengan anak-anak dari negara Barat, meski masih TK pun mereka kalau ditanya akan spontan menjawab, sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki.

Mengapa anak-anak Indonesia kurang percaya diri?

Dari pengalaman saya pribadi dan pengamatan sebagai orangtua, ini semua akibat dari sistem ajar mengajarnya yang masih satu arah. Siswa diwajibkan untuk mendengarkan guru sambil melipat tangan di meja.

Akibatnya anak murid terbiasa untuk bersikap pasif. Tidak bisa spontan menjawab saat ditanya. Apalagi oleh orang yang baru dia kenal. Yang ada, anak-anak SD sampai SMP umumnya perlu waktu, atau malah hanya memandang bengong saat diberi pertanyaan sederhana, semisal: tamat SMP kamu mau sekolah di mana? Atau, cita-cita kamu apa?

Ditambah lagi kurikulum yang diterapkan: harus menyelesaikan buku paket, membuat anak-anak terbiasa belajar secara pasif, membaca buku lalu ulangan atau ujian.

Tidak ada diskusi antara guru dan murid tentang suatu bahasan dari buku pegangan atau buku paket tersebut.

Gaya ajar mengajar itulah yang umum di sekolah-sekolah di Indonesia. Terkecuali di sekolah swasta, apalagi sekolah dengan label internasional. Para siswa di sekolah-sekolah swasta dan internasional, umumnya menerapkan pola mengajar yang interaktif. Siswa memang dituntut untuk mengemukakan pendapatnya. Baik secara langsung kepada guru ataupun melalui esai yang harus mereka kerjakan.

Guru sigap murid siap

Dengan adanya kurikulum 2022 yang akan menghilangkan penjurusan IPA, IPS dan Bahasa, bisa jadi kesempatan emas bagi pelajar Indonesia.

Ini saatnya mereka harus lebih pede dan lebih awal mempersiapkan rencana masa depannya.

Tidak lagi mengandalkan jawaban: gimana nanti atau lihat nanti saja. Tapi begitu masuk SMP mereka sudah harus tahu apa minat dan bakatnya. Jadi ketika masuk SMA sudah tidak bingung lagi mau mengambil mata pelajaran pilihan apa, agar sesuai dengan rencana profesi yang akan dimasuki nantinya.

Kalau untuk pelajar yang masih duduk di SMP, tentu masih cukup punya waktu untuk mempersiapkan diri. Bagaimana dengan anak-anak yang sekarang sudah duduk di bangku SMA kelas satu dan semester depan sudah harus mengikuti kurikulum baru?

Tentu tidak mungkin serta merta pelajar SMA itu siap. Apalagi yang masih membayangkan akan memilih masuk jurusan IPS karena kurang suka pelajaran eksak dan memilih IPA dengan alasan kebetulan tertarik dengan profesi yang memerlukan pelajaran eksak. Atau ada juga yang masuk IPA karena merasa IPA lebih keren dan bisa memilih jurusan apa pun saat kuliah nanti.

Jadi tampaknya, ada yang harus disiapkan untuk para pelajar yang berada di persimpangan pergantian kurikulum ini.

Mereka perlu bimbingan khusus dari orangtua maupun guru. Dalam hal ini guru wali kelas perlu memberikan perhatian khusus pada anak didiknya. Ditambah lagi memaksimalkan fungsi guru BK (Bimbingan Konseling).

Yang semula mungkin lebih banyak menangani anak-anak yang memiliki masalah dengan pelajaran, prestasi ataupun masalah lain yang berkaitan dengan kedisiplinan, sekarang perannya lebih berkembang.

Guru BK sangat diharapkan untuk memberi bimbingan konseling pada siswa yang belum tahu apa minat dan bakatnya. Belum memahami kemampuan yang dia miliki, apalagi memilih karier apa di masa depan.

Dengan kesigapan sekolah dan para guru, tentu akan sangat membantu untuk membuat anak-anak kelas 10 atau kelas 1 SMA lebih siap. Siap menentukan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat dan rencana masa depannya.

Peran penting orang tua

Kalaupun sekolah dan guru sudah sangat mambantu agar anak-anak murid lebih siap menyambut kurikulum 2022, peran orangtua tak bisa dilupakan.

Selama PJJ orangtua dituntut aktif dalam mendampingi anak-anaknya, agar anak-anak tetap disiplin belajar meski di rumah. Membantu anak-anak agar tidak merasa jenuh setiap belajar hanya berhadapan dengan smartphone ataupun laptop.

Sangat dipahami oleh pemerintah maupun orangtua bahwa PJJ selama pandemi, banyak memberi beban psikologis dan mengubah pola belajar anak-anak didik.

Apalagi tidak semua orangtua memiliki ketrampilan dalam mendampingi dan mengajar anak-anaknya. Intinya, tidak semua orangtua memiliki kemampuan sesuai dengan standar pendidikan.

Namun demikian, tetaplah peran orangtua tidak bisa dinafikan. Orangtua sangat membantu hingga PJJ bisa berlangsung lancar, meski akibat pandemi yang bekepanjangan dari segi kondisi pendidikan Indonesia disebut tertinggal dibanding dengan negara-negara lain.

Hikmahnya, karena lebih banyak mendapingi anak-anak belajar di rumah selama PJJ, komunikasi dengan anak menjadi lebih lancar dan lebih cair.

Karena terbiasa mendiskusikan pelajaran ataupun sistem belajar PJJ, aga anak tetap semangat.

Sekarang, saatnya orangtua mendampingi anaknya untuk lebih memahami minat dan kemampuannya. Sehingga bisa menerima dan menjalankan kurikulum baru ini dengan sungguh-sungguh. Dan mengarahkan anak agar memikirkan matang-matang jurusan apa yang akan diambil nantinya.

Karena dalam kurikulum 2022 pemilihan pelajaran diserahkan sepenuhnya kepada siswa, sesuai dengan minatnya.

Disini tampaknnya peran orangtua sangat diperlukan agar siswa lebih percaya diri dengan keputusannya, sehingga tidak menyesal dengan pilihannya sendiri.

Semoga dengan adanya Kurikulum 2022, para pelajar Indonesia bisa lebih terarah dan fokus memilih langkah untuk masa depannya.*** MH

Foto: Ist

#kurikulum2022

#kurikulumprototipe

#penghapusanjurusan

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *