HEADLINE NEWS

Kategori

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

TERIMAKASIH IBU KARTINI

Setiap tanggal 21 April, kita memperingati Hari Kartini, karena tanggal tersebut adalah tanggal kelahiran Pahlawan Nasional R.A. Kartini, yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan kaum wanita Indonesia.

Lewat pemikiran-pemikirannyalah, wanita Indonesia yang jaman dahulu berada dalam pengekangan kini bisa memiliki kebebasan untuk maju, mendapat kesempatan yang setara dengan kaum pria.

Perjuangan RA Kartini tersebut membuat ia dikenal sebagai pahlawan Emansipasi Wanita Indonesia.

R.A Kartini erat dengan kata emansipasi. Namun, sebetulnya apa sih emansipasi itu dan apa bedanya dengan kesetaraan gender?

Emansipasi tidak hanya untuk wanita

Emansipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah pembebasan dari perbudakan. Persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat.

Jadi, meski emansipasi identik dengan wanita, penggunaan kata itu bisa meluas.

Sedangkan emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Lalu apakah emansipasi itu sama dengan kesetaraan gender?

Kalau emansipasi memberikan hak yang sepatutnya diberikan kepada orang atau sekumpulan orang, yang dimana hak tersebut sebelumnya dirampas atau diabaikan dari mereka. Sementara kesetaraan gender merupakan suatu keadaan setara dimana antara pria dan wanita dalam hak (hukum) dan kondisi (kualitas hidup) adalah sama.

Lalu kenapa harus ada emansipasi wanita?

Menurut sejarah, pada zaman dahulu kaum wanita pribumi sangat sulit untuk mencapai pendidikan yang layak. Wanita selalu dianggap tidak berhak untuk mendapatkan pendidikan tinggi.

R.A. Kartini, wanita yang datang dari keluarga priyayi Jawa juga sempat mendapat perlakuan demikian. Namun beliau aktif berjuang menyuarakan emansipasi wanita. Ia ingin wanita bisa memiliki kebebasan dan berdiri di kakinya sendiri. Wanita bisa mandiri dalam bidang pendidikan dan menjalani rumah tangganya.

Sekilas tentang R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini atau R.A. Kartini adalah wanita dari keluarga priyayi Jawa yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 21 April 1879. Ayahnya seorang Bupati Jepara.

Kartini kecil berontak ketika tidak diperbolehkan untuk mengeyam pendidikan seperti saudara-saudara laki-lakinya.

Kartini sendiri mendapat pendidikan saat usianya 12 tahun, Kartini disekolahkan di Europese Lagere School (ELS). Di sekolahnya itu Kartini belajar bahasa Belanda, sehingga ia fasih berbahasa Belanda.

Saat bersekolah itulah Kartini tertarik dengan kemajuan pemikiran wanita Belanda. Dan timbul pemikirannya untuk membantu memajukan wanita pribumi, yang pada masa itu masih berada pada status sosial yang rendah.

Karena pada usia tertentu perempuan pada masa itu harus menjalani kehidupan dalam pingitan, tidak bisa keluar rumah lagi. Hanya di dalam rumah. Saat berada di dalam pingitan itulah Kartini terus belajar dengan banyak membaca buku, surat kabar dan majalah dalam bahasa Belanda.

Kartini juga rajin menulis surat atau berkorespondensi dengan sahabatnya di Belanda.

Seperti dilansir dari berbagai sumber, Kartini  melalui surat-suratnya itu mengungkapkan ketertarikannya dengan pola pikir wanita Eropa. Ia ingin perempuan  pribumi (sebutan Indonesia pada masa itu), juga memiliki kesempatan seperti wanita Eropa dalam bidang pendidikan.

Dengan semangat yang tinggi, kemudian R.A.Kartini mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan di lingkungannya. Ia dan saudara perempuannya mengajar mereka untuk membaca dan memiliki ketrampilan dasar yang produktif. Seperti menjahit dan menyulam.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Kumpulan surat-surat Kartini yang diabadikan dalam sebuah buku. (Foto: Balai Pustaka)

Surat-surat yang ditulis R.A. Kartini untuk sahabatnya di Belanda, dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht yang secara  harafiah artinya dalam bahasa Indonesia adalah Dari Kegelapan Menuju Cahaya.

Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan surat-surat Kartini yang dikirimnya ke teman-temannya di Eropa.

Seperti dilansir dari Wikipedia, kumpulan surat-surat Kartini ini diterbitkan pada tahun 1911.

Lalu pada tahun 1922 salah seorang sastrawan Indonesia Armijn Pane menerjemahkan surat-surat Kartini tersebut ke dalam bahasa Melayu menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran dan diterbitkan oleh Balai Pustaka.

Pada tahun 1938 buku Habis Gelap Terbitlah Terang diteribtkan kembali dengan format berbeda. Surat-surat Kartini dipilah menjadi lima bab. Pembagian tersebut dilakukan oleh Armijn Pane dengan alasan adanya perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi.

Menurut Armijn kala itu, suarat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan.

Berkat perjuangan  R.A. Kartini melalui pemikirannya yang ia tuangkan dalam surat-suratnya itu, budaya yang sudah berurat-berakar berhasil ia ubah. Wanita Indonesia tak lagi harus dipingit dan menjadi ‘warga kelas dua’ dalam haknya di dunia pendidikan dan hukum negara.

Kita wanita Indonesia kini bisa menikmati kebebasan berekspresi dan mencapai cita-cita setinggi apa pun. Terimakasih Ibu Katini, semua berkat perjuanganmu.

Seperti kata budayawan Pramoedya Ananta Toer: ”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

R.A. Kartini sudah membuktikan. Kini sudah satu abad lebih beliau berpulang (1904), tapi namanya tetap harum dikenang. Selamat Hari Kartini wanita Indonesia.*** MH  


Foto ilustrasi utama: Ist

#ibukartinipahlawanemansipasi

#ibukartinipahlawannasional

#ibukartinipahlawanwanita

#ibukartiniharumnamanya

#ibukitakartini

#ibukartini

#emansipasiwanita

#emansipasi

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *